Fimadina.com– Kotoran cicak, hewan kecil yang sering menempel di langit-langit rumah, masjid, dan mushola, kerap menimbulkan pertanyaan tentang kesuciannya. Dalam Islam, hukum suatu benda, termasuk kotoran hewan, memiliki pengaruh besar terhadap sahnya ibadah. Artikel ini disarikan dari catatan M Syihabuddin Dimyathi seorang ulama muda dari Sedan, Jawa Tengah, akan mengupas tuntas hukum kotoran cicak berdasarkan Mazhab Syafi’i dengan menyertakan dalil dan penjelasan terperinci.
Madzhab Syafi’i dan Kotoran Hewan
Mazhab Syafi’i memiliki pendapat kuat bahwa semua kotoran hewan, tanpa terkecuali, dihukumi najis. Hal ini didasarkan pada kaidah “al-ashlu fil a’yan an-najs” yang berarti asal hukum suatu benda adalah najis.
Kaidah ini diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW:
نَحْنِي أُمَرْنَا أَنْ نَتَنَظَّفَ مِنْ بَوْلِ السِّبَاعِ وَأَرْوَاثِهَا
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya: “Kami diperintahkan untuk bersuci dari kencing dan kotoran anjing.”
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk bersuci dari kotoran hewan, tanpa membedakan jenis hewannya.
Pendapat Tentang Kotoran Hewan yang Tidak Berdarah Mengalir
Meskipun madzhab Syafi’i umumnya menyatakan najisnya semua kotoran hewan, terdapat perbedaan pendapat dalam hal kotoran hewan yang tidak memiliki darah mengalir.
Imam Ghazali dalam kitab Al-Wasith menjelaskan dua pendapat tentang hal ini:
Hukum Kotoran Cicak Berdasarkan Mazhab Syafi’i
Berdasarkan keterangan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, mayoritas ulama Syafi’i, termasuk Imam Nawawi sendiri, menyatakan bahwa cicak tidak memiliki darah mengalir.
وَأَمَّا الْوَزَغُ فَقَطَعَ الْجُمْهُورُ بِأَنَّهُ لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ
(Al-Majmu’, 1/129)
Artinya: “Adapun cicak, maka mayoritas ulama memastikan tidak memiliki darah mengalir.”
Dengan demikian, berdasarkan pendapat mayoritas ulama Syafi’i dan kriteria hewan yang tidak berdarah mengalir, hukum kotoran cicak adalah suci.
Konsekuensi Hukum Suci Kotoran Cicak
Konsekuensi dari hukum suci kotoran cicak adalah:
Catatan Penting
Sumber Rujukan: