Fimadina.com Mohammad Emon Hasim, yang lebih terknela dengan nama pena Moh. E. Hasim, lahir di Ciamis pada tanggal 15 Agustus 1916, tepat di Kampung Bangbayang Kidul, Kawali Kabupaten Ciamis. Dia adalah seorang guru dan penulis tafsir yang menguasai empat bahasa yaitu Belanda, Inggris, Arab, dan Jepang.
Pendidikan pertamanya adalah di Sekolah Desa selama tiga tahun sebelum melanjutkan ke Schakelschool (sekolah rakyat) Muhammadiyah dan Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Namun, perjalanannya terhenti ketika dia tidak dapat menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) karena keluarganya terkena dampak malaise pada sekitar tahun 1929. Orang tua yang bekerja sebagai pengelola kebun kelapa tidak mampu lagi membiayai pendidikannya.
Meskipun demikian, Hasim memutuskan untuk belajar secara otodidak, fokus pada agama dan bahasa. Dia kemudian diterima sebagai guru di HIS Pasundan sebelum pindah ke Schakel School Muhammadiyah dan akhirnya menjadi Kepala Schakel School Islam Miftahul Huda.
Selama masa penjajahan Jepang, Hasim bekerja sebagai pengajar di Sekolah Rakyat, pengerah tenaga kerja, dan juru bahasa. Aktif pula dalam organisasi Barisan Rakyat, BKR, dan TKR di Ciamis, dia juga terlibat dalam gerakan hizbullah, pernah ditangkap, dan berhasil melarikan diri ke Bandung. Di sana, dia kembali menjadi pengajar di beberapa sekolah menengah dan bekerja sebagai sekretaris. Pada saat yang sama, dia mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Awal karirnya diwarnai dengan karya-karya terkait buku bahasa Inggris. Dalam bidang keagamaan, Hasim juga aktif sebagai anggota Muhammadiyah di daerah tempat tinggalnya. Dia mulai mempelajari Islam dan bahasa Arab secara otodidak hingga mampu mengarang tafsir Sunda, Ayat Suci Lenyepaneun. Penghargaan Rancagé diberikan kepadanya pada tahun 2001 sebagai pengakuan atas karyanya. Hasim meninggal pada tahun 2009 di usia 93 tahun dan dimakamkan di dekat rumahnya di daerah Pasirkaliki.
Selain menulis tafsir Ayat Suci Lenyepaneun yang diselesaikan tahun 1984, Hasim juga menulis beberapa karya lain, termasuk Hadis Penting Pelita Hati, Grammar and Exercise Elementary Grande, Ayat Suci dalam Renungan 30 Jilid, Kamus Istilah Islam, Hadis Penting Papadang Ati, Rupa-rupa Upacara Adat Sunda Jaman Ayeuna, dan Khutbah Shalat Jum’ah.
Proyek penyusunan tafsir Ayat Suci Lenyepaneun dimulai pada tahun 1974 ketika Hasim menjadi guru bahasa. Merasa tidak puas dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an yang ada, dia memutuskan untuk menyusun tafsir Al-Qur’an dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-70. Awalnya, dia hanya menyelesaikan sepertiga juz dalam bahasa Indonesia sebelum seorang Kyai dari Ciamis (Kiyai Adnan) meminta agar tafsir tersebut dilanjutkan dalam bahasa Sunda. Meskipun awalnya ragu, Hasim akhirnya menerima tantangan itu dan berhasil menyelesaikan tafsir tersebut.
Setelah selesai satu juz, Hasyim mencoba menawarkan pada salah satu penerbit untuk diterbitkan, tetapi permintaannya ditolak. Namun, ia tidak patah semangat dan terus meneruskan tafsirnya. Akhirnya, Pustaka Salman ITB bersedia menerbitkannya, meski dengan jumlah minimal tiga juz terlebih dahulu. Hasilnya, tafsir tersebut selesai tahun 1989. Meski sempat sakit kelelahan, Hasyim berhasil menyelesaikan tafsirnya dan mulai menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Setiap hari, setelah menjalankan shalat tahajud dan shalat subuh berjamaah, Hasim duduk di belakang meja kerjanya menghadapi mesin tik tua yang menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun. Dalam pagi yang tidak sejuk lagi di Kota Bandung, ia menafsirkan ayat demi ayat Al-Qur’an. Satu juz rata-rata membutuhkan waktu empat bulan.
Tafsir Al-Quran ‘Ayat Suci Leuenyeupanen’ sampai saat ini masih dicetak dan masih tersedia di pasaran.
Sumber:
Journal Tafsir Al-Qur’an dari dan untuk Orang Sunda: Ayat Suci Lenyepaneun Karya Moh. E. Hasim (1916-2009), Jajang A Rohmana