FIMADINA- Setiap menjelang hari Raya Besar Islam, baik Idul Fitri atau Idul Adha biasa ada riak perdebatan. Seperti tahun ini, kembali masyarakat muslim Indonesia berbeda pendapat dan pandangan tentang menanggapi terhadap keputusan Pemerintah twntan 1 Dzulhijjah berbeda dengan Arab Saudi. Para pengikut metode rukyat global sampai ada yang bercanda (kalau tidak dibilang berlebihan) dengan kalimat “Puasa Arafah atau Nusantara?”, bahkan ada sebagian yang berujar “Puasa Sunnah di hari Raya Idul Adha” dan lain sebagainya.
Seperti yang dikutip dari catatan pada akun Facebook Kiyai asal Jawa Timur, KH. Ma’ruf Khozin (1/7) sang kiyai mengajak untuk meletakkan kembali masalah puasa Arafah ini, apakah berdasarkan tempat wukuf atau kah dari nama hari ke 9 Dzulhijjah?
Kemudian Kiyai Khozin menerangkan bahwa sejatinya Arafah adalah nama hari dan nama tempat. Jauh sebelum ada wukuf Arafah, nama pada tanggal 9 Dzulhijah adalah nama Arafah. Beliau menguti penjelasan salah satu ulama tafsir, Ar-Rozi:
اﻋﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﻴﻮﻡ اﻟﺜﺎﻣﻦ ﻣﻦ ﺫﻱ اﻟﺤﺠﺔ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﻴﻮﻡ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ، ﻭاﻟﻴﻮﻡ اﻟﺘﺎﺳﻊ ﻣﻨﻪ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﻴﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ
“Ketahuilah bahwa hari ke 8 Dzulhijjah disebut hari Tarwiyah. Dan hari 9 disebut hari Arafah.”
Bahkan, terkait dengan penamaan nama Arafah adalah nama hari banyak dari berbagai riwayat, diantaranya adalah dari kisah Nabi Ibrahim :
ﻭﺛﺎﻧﻴﻬﺎ: ﺃﻥ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ ﺭﺃﻯ ﻓﻲ ﻣﻨﺎﻣﻪ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ ﻛﺄﻧﻪ ﻳﺬﺑﺢ اﺑﻨﻪ ﻓﺄﺻﺒﺢ ﻣﻔﻜﺮا ﻫﻞ ﻫﺬا ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻭ ﻣﻦ اﻟﺸﻴﻄﺎﻥ؟ ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺁﻩ ﻟﻴﻠﺔ ﻋﺮﻓﺔ ﻳﺆﻣﺮ ﺑﻪ ﺃﺻﺒﺢ ﻓﻘﺎﻝ: ﻋﺮﻓﺖ ﻳﺎ ﺭﺏ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻙ
Kedua, bahwa ketika malam tanggal 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim As mendapat mimpi wahyu untuk menyembelih putranya, di pagi harinya Nabi Ibrahim masih berfikir-fikir tentang kebenaran mimpi itu apakah dari Allah atau datangnya dari syetan, keraguan dan berfikir ini dalam bahasa Arab adalah Tarwiyah. Pada malam taggal 9 Dzulhijjah Nabi Ibrahim kembali bermimpi kejadian yang sama, perintah menyembelih putranya, maka Nabi Ibrahim mengetahui bahwa mimpi tersebut adalah wahyu Allah. ‘Mengetahui’ dalam bahasa Arabnya adalah ‘Arafa’. Di malam yang ke 10 Nabi Ibrahim bermimpi kembali, maka esok harinya Nabi Ibrahim bertekad menjalankan perintah Allah tersebut yang kemudian menyampaikannya kepada Nabi Ismail (Tafsir Kabir ar-Razi, 5/324)
Kemudian lanjutnya, dalil bahwa puasa Arafah ada sebelum pelaksanaan Ibada haji juga diceritakan oelh ulama ahli hadits kenamaan Al-Hafidz Ibnu Hajar:
ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ اﺧﺘﻠﻒ ﻧﺎﺱ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻫﺬا ﻳﺸﻌﺮ ﺑﺄﻥ ﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺮﻭﻓﺎ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻣﻌﺘﺎﺩا ﻟﻬﻢ ﻓﻲ اﻟﺤﻀﺮ
“Diriwayatkan dari Malik bahwa para sahabat berbeda tentang puasa Nabi. Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah sudah dikenal di kalangan para Sahabat dan mereka terbiasa untuk puasa saat berdomisili / tidak bepergian” (Fath Al-Bari, 4/237)
“Lha kok tiba-tiba menyimpulkan puasa Arafah harus sesuai dengan Wukuf Arafah?” pungkas KH. Ma’ruf Khozin menyimpulkan.
(zn/fb.mk)