Polemik Salam Lintas Agama, Fatwa MUI Berbeda dengan Pandangan Kemenag

waktu baca 2 menit
Senin, 3 Jun 2024 09:25 0 125 Dede Kurnia

Fimadina.com– Kontroversi seputar salam lintas agama kembali mencuat di Indonesia. Seperti dilansir oleh Republika, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan ucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam. Sebaliknya, Kementerian Agama (Kemenag) RI justru melihat salam lintas agama sebagai praktik baik dalam merawat kerukunan umat beragama.

Fatwa tersebut dikeluarkan pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa ke-VIII MUI di Sungailiat, Bangka, pada 30 Mei 2024. Ketua Steering Committee Ijtima, KH Asrorun Ni’am Sholeh, menegaskan bahwa pengucapan salam yang mencampurkan doa-doa dari agama lain hukumnya haram bagi umat Islam. Hal ini dianggap bukan bentuk toleransi yang dibenarkan dan justru mencampuradukkan ajaran agama (sinkretisme).

“Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamualaikum atau salam nasional yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi,” ujar Ni’am.

Meski demikian, MUI menegaskan bahwa umat Islam tetap harus menghormati pemeluk agama lain dan diperbolehkan menjalin kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara harmonis, rukun, dan damai.

Pandangan yang berbeda justru datang dari Kementerian Agama RI. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, menyatakan bahwa salam lintas agama adalah praktik baik dalam merawat kerukunan umat beragama. Menurutnya, salam lintas agama bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama, melainkan bentuk komunikasi sosial yang produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.

“Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan,” ujar Kamaruddin.

Kamaruddin juga mengutip riwayat hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri dari Muslim dan non-Muslim. Dalam Kitab Bahjat al-Majaalis, salam merupakan penghormatan bagi sesama Muslim dan jaminan keamanan bagi non-Muslim yang hidup berdampingan.

Polemik ini menunjukkan perbedaan pandangan antara MUI dan Kemenag terkait salam lintas agama. Di satu sisi, MUI memandangnya sebagai tindakan yang mencampuradukkan ajaran agama, sementara Kemenag justru melihatnya sebagai praktik baik dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.

Pada intinya, perbedaan pandangan ini tidak perlu dipertentangkan melainkan dapat dijadikan warna keragaman dalam hidup berbangsa dan bernegara. Yang terpenting adalah tetap menjaga persatuan, kerukunan, dan saling menghormati di antara sesama anak bangsa.

Dede Kurnia

Dede Kurnia

Guru, Pegiat Sosial dan Kemasyarakatan

Home
Kontak Kami
Search
Kembali