Memasuki bulan Ramadan umat muslim menghidupkan siang dan malam mereka dengan beberapa ritual ibadah. Salah satu ibadah yang rutin dilaksanakan di malam Ramadan adalah shalat Tarawih. Namun, pelaksanaan shalat Tarawih terkadang bebeda dari sisi jumlah rakaatnya.
Perbedaan rakaat yang sering kita temukan di Indonesia terjadi antara kelompok NU dan Muhamadiyah. Kelompok NU menunaikan shalat Tarawih dengan jumlah 20 rakaat dengan 3 rakaat witir. Sedangkan Muhamadiyah menunaikan shalat Tarawih dengan 8 rakaat dan 3 rakaat witir.
Asal Muasal Istilah Tarawih
Pada dasarnya istilah Tarawih belum ada pada masa Rasulullah saw. Rasulullah sama sekali belum pernah menyebut istilah Tarawih dalam hadis-hadis-Nya. Pada masa Rasulullah shalat sunah malam Ramadan dikenal dengan istilah qiyam ramadhan. Lalu kapan istilah Tarawih itu muncul?
Tampaknya istilah Tarawih itu muncul dari penuturan Aisyah istri Rasulullah SAW. Seperti dalam riwayat Imam al-Baihaqi, Aisyah mengatakan, “Nabi SAW. shalat malam empat rakaat, kemudian yatarawwah (istirahat), kemudian shalat lagi panjang sekali”.
Makna Tarawih
Kata tarawih adalah bentuk plural dari kata tarwihah, yang secara bahasa bermakna mengistirahatkan atau duduk istirahat. Maka secara Bahasa shalat tarawih adalah shalat yang banyak istirahatnya. Karena pelaksanaannya tidak langsung sekaligus 8 atau 20 rakaat. Melainkan dilakukan 2 atau 4 rakaat dalam sekali shalat.
Sedangkan menurut istilah, shalat Tarawih adalah shalat sunah malam hari yang dilakukan khusus pada bulan Ramadhan. Maka shalat sunah yang duilakukan sepanjang tahun, baik di bulan Ramadhan maupun bukan Ramadhan tidak disebut sebagi shalat Tarawih. Misalnya shalat Tahajud, shalat Witir, shalat Hajat dan lain sebagainya.
Titik Awal Perbedaan
Perbedaan dalam permasalahan agama biasanya terjadi karena dua hal. Pertama, perbedaan dalam pengambilan dalil. Kedua, perbedaan dalam memahami dalil. Perbedaan itu menjadi hal yang tak bisa dihindari dikalangan fuqaha (ahli fikih). Dan perbedaan itu sah-sah saja sepanjang dalam permasalahan furu’iyah (cabang agama). Begitu juga halnya perbedaan rakaat shalat tarawih yang terjadi antara NU dan Muhamadiyah.
Dalil Tarawih 20 Rakaat
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq umat Islam melaksanakan shalat Tarawih secara sendiri-sendiri (munfarid). Terkadang dilaksanakan berkelompok, tiga sampai enam orang. Dan ketetapan terkait jumlah rakaatnya belum tertuang jelas pada saat itu.
Resah melihat para sahabat tidak kompak dalam pelaksanaan shalat Tarawih . Pada masa kekhalifahannya, Umar Ibn Khatab menginisiasi untuk digelar secara berjamaah dengan satu imam. Tarawih berjamaah itu diimami oleh Ubay Ibn Ka’ab, dan terus terlanjut sampai saat ini.
Dalil yang menunjukan pelaksanaan shalat Tarawih dilaksanakan sebanyak 20 rakaat adalah seabagai berikut :
.عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).
Dalam riwayat lain juga disebutkan.
.عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ
Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadan sebanyak 20 rakaat.” (HR. Al-Baihaqi, sanadnya dishahihkan oleh Imam Nawawi dan lainnya).
Dalil Tarawih 8 Rakaat
Diantara dalil yang menjadi pegangan penetapan shalat tarawih 8 rakaat, merujuk kepada hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha. Berikut bunyi hadisnya.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثاً … (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Dari Abi Salamah Ibn Abdir-Rahman (dilaporkan) bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan shalat sunah (tathawwu‘) di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi tiga rakaat … (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil ini menunjukan bahwa Rasulullah menunaikan shalat malam tidak lebih dari 11 rakaat. Walaupun dalil ini tidak spesifik berbicara terkait qiyam ramadhan saja.
Semuanya Benar
Pada dasarnya shalat tarawih 8 rakaat maupun 20 rakaat merujuk kepada dalil yang sama-sama kuat. Dan kalau mau merujuk kepada hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَ بِعَزِيمَةٍ، فَيَقُولُ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa melakukan ibadah puasa Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis ini, Nabi SAW. tidak membatasi jumlah rakaat shalat malam Ramadan. Mau delapan rakaat, silahkan. Mau dua puluh rakaat silahkan. Kalau berbicara manakah yang paling utama, itu relatif. Bisa saja shalat tarawih 20 lebih utama daripada 8 rakaat, apabila tarawih 20 itu dilakukan dengan baik dan khusyu’. Begitu juga sebaliknya, apabila tarawih delapan rakaat itu dilakukan khusyu’ dan lama, bisa jadi lebih baik daripada tarawih dua puluh rakaat yang dilaksanakan cepat dan terburu-buru.