Fimadina.com– Bulan Ramadan adalah bulan yang sangat baik untuk melakukan berbagai kebaikan. Salah satunya, mungkin sudah menjadi hal yang lumrah dan banyak dilakukan oleh sebagian masayarakat Islam adalah berbagi takjil di jalan raya. Bahkan ada nama kerennya ‘Takjil on the road’. Marak berbagai organisasi atau komunitas melakukan hal ini di bulan Ramadan. Mungkin itu diniatkan sebagai salah satu upaya branding atau memperlihatkan eksistensi mereka dengan hal-hal yang baik dengan diniatkan untuk menjadi inspirasi bagi yang lainnya.
Namun, beberapa kalangan, ada yang memandang hal ini perlu dilakukan kajian ulang. Salah satunya seperti dilansir dari situs Arabic NU Online pada tanggal 26 Mei 2018, Mohammad Makmun, Ketua Pimpinan Cabang Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Jombang berpendapat, “Setiap sesuatu pasti memiliki sisi plus dan minusnya. Tinggal kita melihat dan mengukur lebih banyak plusnya atau malah banyak minusnya,” ujar Makmun. Menurut dosen Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum ini, kegiatan takjil di jalan memiliki sisi positif sebagai syiar Islam dan media branding bagi lembaga atau organisasi yang melakukannya.
Namun di sisi lain, kegiatan tersebut berpotensi mengakibatkan kecelakaan, menghambat pengguna jalan, dan bahkan hanya akan mendatangkan dosa karena dapat mengganggu aktivitas orang lain. “Terlebih orang yang punya kepentingan untuk segera sampai tempat tujuan, sehingga yang bersangkutan akan merasa terdzalimi atau menggerutu dalam hati. Ini menyebabkan penyelenggara takjil malah akan mendapat dosa,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Makmun mengusulkan agar kegiatan takjil dialihkan ke masjid atau mushalla, atau “takjil on the mosque”. Dengan melakukan kegiatan tersebut di masjid, seseorang tidak hanya mendapatkan pahala sedekah, tetapi juga pahala memakmurkan masjid sesuai perintah agama. Selain itu, pembagian takjil di masjid juga lebih aman, tepat sasaran, dan menjadi sarana syiar Islam yang lebih bermakna.
“Untuk itu, maka sudah selayaknya kita mengalihkan kegiatan takjil on the road menjadi takjil on the mosque,” pungkas Makmun. Seruan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menyemarakkan bulan Ramadhan dengan tetap memperhatikan kemaslahatan bersama.
Salah seorang warganet, Elly Herawaty, menulis dalam Kolom Vbuzz Vivanews pada 17 Juni 2016, bahwa alasan ia agak kurang setuju terhadap kegiatan takjil on the road adalah; “Pertama, terkadang membagikan takjil di jalan raya bisa membuat jalan semrawut. Apalagi jika takjil yang dibagikan bukan sekadar bungkusan kolak. Saya pernah mengalaminya, ketika di Jalan Sidoarjo ada yang membagikan takjil berupa dus makanan komplet. Langsung jalan menjadi semrawut karena pengendara mobil bukan hanya berhenti, tapi ada juga yang turun di jalan untuk mengambilnya.”
“Kedua, saya mengingat kalimat “Jika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu”. Acara berbagi takjil di jalan raya kok seperti kegiatan pamer. Apalagi jika disertai spanduk organisasi, seragam organisasi, bahkan cap organisasi di kotak takjil yang dibagikan. Saya khawatir niat mencari amalan malah menjadi ajang beraroma riya.” lanjutnya. “Ketiga, kadang juga menimbulkan rasa iri bagi orang lain di jalan yang sama tapi tidak diberikan takjil. Bisa saja karena pengendara tidak berada di sisi kiri yang dekat jalan. Rasanya tidak baik menumbuhkan perasaan negatif kepada umat muslim lainnya.”
Kemudian Elly menyarankan, untuk membagikan takjil secara lebih efektif dan bermakna yaitu dengan mengarahkannya ke masjid-masjid. Dengan demikian, bagi orang yang sedang dalam perjalanan dapat singgah di masjid untuk berbuka puasa sekaligus melaksanakan salat Maghrib berjamaah. Selain itu, disarankan juga untuk menyumbangkan takjil ke panti-panti asuhan terdekat. Hal ini akan sangat membantu para penghuni dan pengurus panti yang biasanya mengalami lonjakan pengeluaran saat Ramadhan tiba. Yang terpenting dalam bersedekah adalah niat ikhlas dan tidak mengganggu ketertiban umum. Sebaiknya juga mempertimbangkan untuk memberikan kepada mereka yang paling membutuhkan, sehingga sedekah tersebut dapat lebih bermanfaat.
Konon lagi, menurut pengalaman salah seorang warga facebook asal Jambi, Berlian Santosa, seorang netizen, berbagi pengalamannya menyaksikan sekelompok orang yang memanfaatkan momen ini dengan cara yang cukup mengejutkan.
Dalam postingan di akun facebooknya pada 22 Maret 2024, Berlian menggambarkan adanya sekelompok orang yang benar-benar totalitas menunggu sumbangan takjil dari pengendara di pinggir jalan. Sekitar pukul 13.30, mereka sudah membentuk semacam ‘lapak’ atau area nongkrong khusus.
“Mobil, motor, anak muda berebut berniat baik berbagi takjil ke mereka. Alhamdulillah. Sering dapat berlimpah dari berbagai individu, organisasi dll,” tulis Berlian.
Berbagai jenis makanan dan minuman diterima oleh kelompok ini, mulai dari nasi kotak, nasbung, aneka bubur, jus, roti, hingga kue. Berlian mengungkapkan bahwa terkadang mereka pulang dengan membawa satu karung penuh takjil setelah berbuka puasa.
Namun, hal yang disayangkan adalah adanya pemborosan di mana nasi yang diterima justru dibuang, hanya lauknya saja yang diambil. Berlian mempertanyakan apakah mereka benar-benar dapat menghabiskan semua takjil yang diterima dalam satu hari, mengingat besoknya mereka akan menerima lagi dalam jumlah yang banyak.
Fenomena ini menimbulkan keprihatinan Berlian, terutama ketika mengingat ada keluarga ustadz pengajar Qur’an dan keluarga lain yang terpaksa berbuka puasa dengan sangat sederhana karena rasa malu untuk meminta-minta.
“Semoga para pemberi sedekah tetap bisa memilah dan memilih mana orang yang benar-benar membutuhkan. Insya Allah pahala tetap mengalir ke pemberi sedekah,” harap Berlian dalam postingannya.
Fenomena ini mengundang diskusi mengenai pentingnya menyalurkan sedekah dengan bijak dan tepat sasaran, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.
Terkait hal ini, bagaimana pendapat pembaca? Tuliskan dalam kolom komentar!